Sabtu, 22 Februari 2014

MAKNA DUNIA DAN PENYIKAPANNYA



MAKNA DUNIA DAN PENYIKAPANNYA
(RIYADHOH DAN MUJAHADAH)

I.     PENDAHULUAN
Dunia dengan berbagai gemerlap dan kemilaunya, menjanjikan kesenangan yang begitu memikat. Limpahan materi, tingginya pangkat dan jabatan, luasnya kekuasaan menjanjikan kebahagian bagi setiap orang untuk dapat meraihnya, menjadikan setiap orang memimpikannya.Namun kesenangan dunia yang dapat direguk bukan malah menjadikan penikmatnya terpuaskan, malah justru sebaliknya semakin haus yang dirasakan. Sebuah ironi nyata, dunia bagaikan candu yang membuat setiap orang ketagihan. Tidak sedikit orang yang tenggelam dalam larutnya kehidupan dunia. Kebutuhan yang meningkat, godaan keinginan dan lain-lain yang menyangkut kehidupan  menjadi salah satu penyebab tenggelamnya banyak orang.
Diantara orang-orang yang tenggelam tersebut, tidak sedikit yang akhirnya merasa jenuh dengan pola kehidupan dunia yang tak pernah ada habisnya dikejar. Rasa jenuh tersebut membawanya mencari sesuatu yang tidak didapatkannya dalam gemerlap dunia. Tidak sedikit diantara mereka yang akhirnya memilih tasawuf sebagai obat bagi keresahan hatinya, sebab tasawuf mengedepankan ketenangan hati bukan kebahagiaan materi yang semu. Selain itu tasawuf juga punya pandangan tersendiri tentang dunia, baik untuk orang yang sudah memiliki segalanya kemudia jenuh dengan semua itu, maupun untuk orang yang belum merasakan manisnya dunia sebagai tameng agar tidak terlalu jauh mengangankan sesuatu yang semu.
Makalah ini, akan sedikit mengupas tentang dunia dan kehidupan menurut sudut pandang tasawuf, bagaimana para sufi menyikapinya dan bagaimana cara membentengi dan menghindari diri dari godaan dunia. Semoga pembahasan dalam makalah ini dapat bermanfaat dalam kehidupan kita, paling tidak dapat menambah khazanah pengetahua kita. Dan terlebih lagi dapat kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.

II.  PEMBAHASAN
A.   Hakekat Dunia Dan Kehidupan Menurut Perspektif Tasawuf
Imam al-Ghazali mendefinisikan dunia sebagai segala objek yang dapat ditemukan. Berdasarkan pengertian ini, dunia bisa dikatakan sebagai bumi dengan segala yang ada padanya. Allah berfirman,
إنا جعلنا ما على الأرض زينة لها لنبلوهم أيهم أحسن عملا
Al-Ghazali membagi keterkaitan manusia dengan dunia menjadi dua, yaitu keterikatan batin (hati) dan keterkaitan zhahir. Keterikatan batin atau hati tercermin dari rasa cinta pada dunia dan keterikatan zhahir tercermin dari kesibukan fisik meladeni dunia tersebut. Allah SWT berfirman,
زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة والأنعام

B.   Berbagai Cara pandang terhadap Dunia Dan kehidupan
Al-ghazali membagi cara pandang manusia terhadap dunia dan kehidupan kedalam beberapa kelompok. Golongan pertama tenggelam dalam kebodohan dan kealpaan. Golongan ini menganggap bahwa mereka hidup di dunia ini hanya beberapa hari, oleh karenanya mereka hanya disibukan dengan rutinitas yang sangat monoton. Mereka bekerja supaya bisa makan dan mereka makan supaya bisa bekerja. Bersusah payah siang hari agar bisa istirahat di malam hari dan beristirahat di malam hari agar keesokannya dapat bekerja kembali. Rutinitas ini menurut mereka baru akan berakhir kala kematian datang menjemput.
Kedua, golongan yang menganggap kesenangan dunia adalah jika sudah terpenuhinya kebutuhan biologis seperti makan, minum, tidur atau hasrat seksual. Maka golongan ini senantiasa disibukkan oleh upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dan lupa tehadap Allah SWT dan hari akhir. Golongan ni menjalani kehidupan seprti binatang yang hanya mengikuti naluri lahiriyahnya saja.
Ketiga, golongan yang menganggap bahwa kebahagiaan terletak pada harta dan kekayaan. Golongan ini berupaya untuk mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya, jika tidak cukup siang hari mereka bekerja maka malam haripun direlakan mengurangi waktu istirahat. Mereka cenderung pelit -bahkan untuk diri mereka sendiri kecuali darurat-, karena khawatir kekayaannya berkurang. Padahal ketika ia mati justru orang lain yang menikmati hasil jerih payahnya tersebut. Hal ini tidak mejadi ibroh bagi orang berpikiran sama sesudahnya. 
Keempat, golongan yang menganggap bahwa kebahagiaan adalah jika dipandang baik oleh orang lain melalui sanjungan atau pujian. Golongan ini rela meminimalisasi biaya makan, tetapi royal dalam membelanjakan pakaian, perhiasan, kendaraan, rumah serta penampilan lainnya untuk memperoleh sanjungan dan pujian tersebut.
Kelima, golongan yang menganggap kebahagiaan dunia terletak pada pangkat dan jabatan. Golongan ini rela mengorbankan apa saja untuk mendapatkan pangkat dan jabatan tersebut. Mereka berupaya agar orang lain tunduk dan patuh kepadanya. Semakin besar kekuasaanya, semakin besar pula kebahagiaan hidup yang diperoleh. Mereka sibuk mencari tawadhu’ manusia kepada mereka dan melupakan tawadhu’ mereka kepada Allah dan melupakan akherat.

C.  Riyadhoh Dan Mujahadah Para Sufi
Selain golongan-golongan diatas, ada juga yang sadar dan berpaling dari kehidupan dunia. Mereka berusaha untuk tidak terbawa arus kehidupan, mereka yakin kebahagiaan sebenarnya adalah pada kehidupan sesudah kematian. merekapun tidak luput dari godaan syetan –la’natullahi alaih- yang selalu berusaha menjerumuskan manusia. Orang-orang yang tersadar ini juga terbagi menjadi beberapa golongan
Sebagian golongan yang yakin bahwa dunia adalah tempat ujian dan kesengsaraan dan akherat adalah tempat kebahagiaan hakiki. Setiap orang yang bisa mencapainya akan memperoleh kebahagiaan baik ia beribadah atau tidak. Untuk mencapai kebahagiaan di akherat tersebut, mereka melakukan bunuh diri –membakar diri misalnya- sebagai pembebasan dari ujian dan kesengsaraan dunia.
Golongan lain berkeyakinan bahwa denga cara membunuh diri tidak bisa membebaskan diri dari ujian dan kesengsaraan dunia tersebut, tetapi terlebih dulu harus membunuh keburukan diri dengan cara meninggalkan semua nafsu dunyawiyah dan bermujahadah secara ekstrim. Akibatnya, sebagian ada rusak fisiknya karena sakit, sebagian lainnya rusak syarafnya dan gila, keduanya terhalang untuk melakukan ibadah.
Golongan lain lagi merasa tidak mampu meninggalkan nafsu duniawiyah secara keseluruhan dan beranggapan bahwa hukum syara’ terlalu memberatkan. Kemudian beranggapan bahwa Allah maha kaya, tidak akan bertambah kemahakayaannya karena ibadah manusia dan sebaliknya, tidak akan berkurang kemahakayaannya kerena maksiat manusia. Akibat keyakinan ini, mereka kembali melakukan maksiat. Tidak Cuma itu, mereka menganganggap konsep kemahakayaan Allah ini merupakan tauhid yang paling murni.
Sebagian yang lain lagi meyakini bahwa ibadah adalah wasilah seorang hamba untu mencapai ma’rifat kepada Allah. Ketika ma’rifat tersebut telah diperoleh maka ibadah tidak lagi diperlukan, karena merasa sudah memperoleh derajat tinggi di sisi Allah. Ibadah berupa pelaksanaan hukum syara’ hanya dibebankan kepada orang awam.
Disamping golongan-golongan tersebut diatas, masih banyak lagi golongan yang berkeyakinan sesat dan menyesatkan. Adapun cara melakukan riyadhoh dan mujahadah yang benar menurut Al-Ghozali adalah dengan cara mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Yaitu, tidak meninggalkan dunia secara keseluruhan dan tidak mengambil dunia secara keseluruhan, caranya adalah dengan mengetahui hakekat yang dibutuhkan dan tidak melebihi hakekatnya tersebut. Sebagaimana Allah berfirman :
بل كان أمرهم بين ذالك قواما
Menurut Imam Al-Ghazali, salah satu cara bermujahadah adalah jika mendapatkan diri telah berbuat maksiat atau keburukan, maka sebaiknya memberikan hukuman kepada diri sendiri, dan apabila telah melakukan suatu ibadah atau kebaikan, maka sebaiknya berusaha meningkatkan kebaikan atau ibadah tersebut meskipun harus memaksa diri sendiri.
Khalifah Umar bin Khattab, karena tertinggal sholat jamaah, menghukum diri sendiri dengan cara menyedekahkan tanah yang senilai dengan 200.000 dirham. Ibnu Umar, jika terlewat shalat jama’ah, maka ia beribadah sepanjang malam dan memerdekakan 2 orang budak. Ibnu Abi Rabi’ah jika terlewat dua rakaat fajar, maka ia memerdekakan seorang budak. Sebagian sahabat yang lain menghukum diri sendiri dengan cara puasa sepanjang tahun atau melaksanakan haji dengan cara berjalan kaki.

D.  Membiasakan Diri Untuk Beriyadhoh Dan Bermujahadah
Musuh paling besar bagi setiap orang adalah nafsunya sendiri. Nafsu tersebut cenderung pada hal-hal negatif seperti maksiat dan malas beribadah dan lebih berorientasi pada kehidupan duniawi. Riyadhoh dan mujahadah bertujuan untuk melatih diri agar tidak terbawa arus nafsu dan justru mengendalikan nafsu tersebut, sehingga ibadah yang dilakkukan menjadi lebih maksimal dan lebih bernilai. Riyadhoh dan mujahadah juga membawa orientasi kehidupan ke arah kebahagiaan ukhrowi.
Menurut al-Ghazali, pembiasaan diri melakukan riyadhoh dan mujahadah salah satunya bisa dilakukan dengan cara senantiasa menasehati diri sendiri. Allah SWT berfirman :
وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين
Nasehat itu bisa berupa semacam dialog kepada diri sendiri dengan mengatakan antara lain :
a.    Betapa bodohnya engkau, tidak tahu akan masuk kemana, surga atau neraka, sementara engkau selalu bersenda gurau, tertawa dan disibukkan kehidupan dunia.
b.    Bodohnya engkau, menganggap kematian masih lama. Padahal, kematian datangnya tiba-tiba tanpa aba-aba sebelumnya, kenapa engkau tidak bersiap-siap.
c.    Celakanya engkau, mengaku beriman tetapi kemunafikan yang nampak. Bukankah Allah berfirman dalam hal urusan dunia :
وما من دابة فى الأرض إلا على الله رزقها
Dan dalam hal urusan akherat Allah berfirman,
وأن ليس للإنسان إلا ما سعى
Allah telah mengukur jatah urusan duniamu, kemudian engkau menginginkan lebih dari itu. Allah telah menyerahkan urusan akherat atas jerih payah engkau, kemudian engkau berpalling. Jika saja iman cukup di lisan, kenapa orang munafiq ada di neraka paling bawah.
d.        Celakanya engkau, seolah tidak percaya pada hari perhitungan. Engkau mengira setelah kematian engkau akan lenyap begitu saja. Engkau lupa telah diciptakan dari air mani, kemudian menjadi segumpal darah dan seterusnya. Bukankah itu pertanda bahwa Allah SWT mampu menghidupkan yang mati.
e.         Jika saja seorang yahudi berkata “jangan makan ini atau itu sebab tidak baik untuk kesehatan”, padahal makanan tersebut kesukaanmu, engkau bisa lakukan. Maka, apakah ucapan para nabi, Firman Allah, tidak bisa engkau laksanaka
f.         Jika saja seorang anak kecil yang berkata “di pakaianmu ada kalajengking”, maka engkau akan melepas bajumu saat itu juga tanpa pikir panjang, tanpa perlu bukti. Maka, apakah ucapan para nabi, para auliya tidak lebih baik bagimu dibandingkan ucapan anak kecil tadi.

III.             PENUTUP
Kehidupan dunia yang begitu memikat bisa membuat semua orang lupa bahwa hakekatnya hanya sementara. Banyak orang yang mengejar kebahagiaan duniawi yang semu dan meninggalkan upaya mencapai kebahagiaan ukhrowi yang hakiki. Makalah ini setidaknya memberikan gambaran tentang hakekat dunia dan kehidupan, pandangan-pandangan terhadap dunia tersebut serta sedikit kiat agar tidak terbawa semu arus dunia.
Kritik, saran dan partisipasi dari peserta diskusi, terlebih tambahan dari dosen sangat kami perlukan untuk menambah wawasan khususnya terkait masalah ini. Sebab, makalah ini mustahil tanpa kekurangan dan kealpaan.
والله أعلم بالصواب

Rabu, 19 Februari 2014

KISAH NABI SULAIMAN DAN SEMUT

KISAH NABI SULAIMAN DAN SEMUT

Ini adalah suatu kisah yang tejadi pada zaman Nabi Sulaiman. Sudah tidak asing bagi kita bahwa sulaiman dan bala tentaranya pernah melewati sebuah lembah, di lembah itu ada sekawanan semut yang sedang beraktifitas sesuai tugas masing-masing. Semut-semut  yang bertugas membangun sarang, dengan giat membangun sarang, ada yang mengangkut material, ada yang menempelkan material satu dengan material lain sampai berbentuk sarang. Semut-semut yang bertugas mengumpulkan makanan tanpa kenal lelah mengangkut makanan di pundaknya untuk dikumpulkan dalam sarang. Begitu juga semut-semut prajurit, dengan penuh waspada dan cermat mengawasi tiap jengkal  wilayah tersebut dari berbagai gangguan yang mungkin saja muncul tiba-tiba.
Sebelum sampai di lembah tersebut, seekor semut penjaga sudah melihat iring-iringan sulaiman dan bala tentaranya yang akan lewat. Ia langsung melapor pada pimpinannya bahwa sulaiman dan bala tentaranya akan melewati lembah ini. Ia gambarkan juga kepada pimpinannya bagaimana besar iring-iringan yang akan segera tiba, juga kemungkinan kehancuran yang akan terjadi pada sekawanan semut ini. Mendapati laporan salah seekor prajuritnya, pimpinan semutpun langsung mengumumkan kepada para semut untuk segera menyingkir, menyelamatkan diri dari sulaiman dan bala tentaranya. Sebab jika tidak, para semut akan habis terinjak-injak oleh sulaiman dan bala tentaranya.
Salah satu kelebihan nabi sulaiman adalah mengerti bahasa binatang, maka ketika pemimpin semut tadi memerintahkan para semut untuk menyingkir, Sulaiman dan bala tentaranya yang pada saat itu sudah berada sangat dengan mereka langsung memberikan komando kepada pasukannya untuk berhenti. Sulaiman tersenyum seraya berkata : “Tuhanku tetapkanlah aku untuk selalu bersyukur atas nikmatmu dan selalu melakukan perbuatan yang engkau ridhoi”
Nabi Sulaiman bersyukur karena dianugrahi kemampuan mengerti bahasa binatang oleh Allah. Ia juga bersyukur karena dengan kemampuan itu ia tidak sampai menginjak-injak dan membinasakan sekawanan semut. Rasa syukurnya itu diwujudkan salah satunta dengan melakukan hal-hal baik yang diridhoi oleh Allah.
Inilah suatu kisah tentang Nabi Sulaiman dengan semut yang dapat kita ambil hikmahnya. Mohon maaf apabila sebagian kisah ini sudah sedikit penulis dramatisasi yang mungkin saja salah. Tapi bagaimanapun, inti kisah ini terdapat dalm quran surat an-Nahl. Tentu saja dimasukkannya kisah ini dalam quran memiliki arti penting bagi manusia untuk dipelajari hikmahnya.

Selasa, 18 Februari 2014

PERKEMBANGAN ASPEK TEOLOGI DALAM ISLAM


PERKEMBANGAN ASPEK TEOLOGI DALAM ISLAM
I.     PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang universal. Universalitas tersebut dapat dilihat dari mungkinnya Islam dipelajari dan didalami dari berbagai aspek. Selama ini kita hanya mengetahui Islam hanya dari sudut pandang fiqh saja. Bahkan tidak jarang diantara kita yang memandang bahwa dengan mempelajari fiqh berarti sudah mempelajari islam.
 Sebagai salah satu akibat dari mempelajari islam hanya dari satu atau dua aspek saja, dikhawatirkan pemahaman kita sebagai umat Islam menjadi parsial dan tidak komprehensif. Bila hal ini terakumulasi secara jangka panjang akan membuat citra Islam sebagai agama yang universal menjadi kabur dan semu.
 Aspek lain dalam Islam yang tidak kalah penting dan harus dipelajari oleh Umat Islam agar dapat memahami Islam secara komprehensif adalah aspek teologi. Prof. Dr. Harun Nasution menyebutkan bahwa aspek teologi ini merupakan aspek terpenting dan menjadi aspek dasar dalam Islam. Makalah ini akan sedikit mengupas tentang aspek teologi dalam Islam beikut perkembangannya.

II.      PEMBAHASAN
A.      PENGERTIAN TEOLOGI
Secara etimologi “Theologi “ terdiri dari kata “Theos“ artinya Tuhan, dan “Logos“  artinya Ilmu, sehingga dapat diartikan bahwa theologi adalah ilmu tentang Tuhan atau ilmu Ketuhanan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teologi berarti pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada Allah dan Agama, terutama berdasar pada kitab suci ).
Prof. Dr. Harun Nasution, dalam bukunya Teologi Islam,  menyebutkan  bahwa teologi adalah ilmu yang membahas mengenai dasar-dasar agama. Dalam istilah arab, ajaran-ajaran dasar itu disebut ushul al-din, oleh karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam selalu diberi nama kitab Usul al-Din oleh para pengarangnya. Teologi dalam Islam disebut juga  Ilm Tauhid. Kata Tauhid mengandung arti satu atau  esa dan keesaan dalam pandangan islam, merupakan sifat terpenting diantara sifat-sifat Tuhan. Teologi dalam Islam disebut juga ilmu kalam, karena kaum teolog dalam Islam bersilat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat kita pahami bahwa teologi dalam islam adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang dasar-dasar agama Islam, keesaan Allah beserta sifat-sifatnya. Seorang muslim yang mempelajari teologi islam diharapkan akan memahami dasar-dasar islam secara lebih mendalam dan lebih mengerti tentang keesaan Allah beserta sifat-sifat-Nya.

B.  OBJEK KAJIAN TEOLOGI
Dalam perkembangannya, teologi juga berbicara tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan keimanan serta akibat-akibatnya, seperti masalah iman, kufur, musyrik, murtad; masalah kehidupan akhirat dengan berbagai kenikmatan atau penderitaannya; hal-hal yang membawa pada semakin tebal dan tipisnya iman; hal-hal yang berkaitan dengan kalamullah yakni Al-Qur’an, status orang-orang yang tidak beriman dan lain sebagainya.
Sejalan dengan perkembangan ruang lingkup ini, maka teologi sebagaimana telah disebutkan diatas juga dinamai ilmu tauhid, karena mengajak orang agar meyakini dan mempercayai hanya pada satu Tuhan, yaitu Allah SWT. Selanjutnya dinamai ilmu ushuludin, karena ilmu ini membahas pokok-pokok keagamaan yaitu keyakinan dan kepercayaan pada tuhan. Dinamai pula ilmu aqaid, karena dengan ilmu ini seseorang diharapkan agar meyakini dalam hatinya secara mendalam dan mengikatkan dirinya hanya kepada Allah sebagai Tuhan.

C.  MADZHAB-MADZHAB TEOLOGI DAN KARAKTERISTIK MASING-MASING
1.    Khawarij
Golongan ini pada mulanya muncul bukan karena persoalan aqidah, melainkan persoalan politik dimana terjadi peperangan antara mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib. Saat perang berkecamuk, seseorang mengangkat Al-qur’an dengan pedangnya untuk mengadakan tahkim (arbitrase) yaitu mengangkat seorang hakim yang bertujuan mengadakan perundingan untuk mengakhiri perang.
Sebagian orang dari barisan Ali menerima tahkim tersebut dan sebagian lainnya tidak, kemudian memilih keluar dari barisan karena kecewa karena Ali menerima tahkim tersebut. Kata Khawarij berasal dari bahasa Arab yang berarti keluar. Nama itu dberikan kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan Ali.
Dalam perkembangan selanjutnya, persoalan politik ini melebar ke arah persoalan aqidah dimana kaum khawarij meyakini hal-hal sebagai berikut :
a.    Bahwa Saidina Ali, Khalifah Ustman dan orang-orang yang melakukan tahkim, yakni Amr bin al-‘Ash dan Abu Musa al-Asy’ari adalah orang-orang kafir. Demikian juga orang yang menerima keputusan tahkim itu. Juga para peserta yang ikut dalam perang Jamal melawan Saidina Ali, seperti Siti Aisyah, Thalhah dan Zubeir.
b.    Semua orang muslim yang melakukan dosa besar adalah kafir yang kekal dalam neraka jika tidak bertobat sebelum mati.
c.    Wajib memisahkan diri dari khalifah atau sulthan yang zalim. Dan khalifah itu boleh dilantik dari orang yang bukan keturunan Quraisy.

2.    Murji’ah
Seperti halnya kaum khawarij, golongan ini pada mulanya  muncul karena persoalan politik. Sebagaimana disebutkan tentang peristiwa tahkim  antara kelompok Mu’awiyah dan kelompok Ali, kelompok Ali terbelah dua, sebagian mendukung Ali yang kemudian memunculkan kelompok syi’ah dan sebagian menentangnya yang kemudian memunculkan kelompok Khawarij. Kedua kelompok ini sama-sama menentang dan mengkafirkan Mu’awiyah, hanya dengan motifnya yang berbeda.
Dalam suasana pertentangan serupa inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir-mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan itu. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercaya dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah, dan memandang lebih baik menunda penyelesaian persoalan ini ke hari perhitungan di depan Tuhan. Nama murji’ah sendiri berasal dari kata arja’a yang berarti menunda
Pada umumnya kaum murjiah dapat dibagi dalam dua golongan besar, golongan moderat dan golongan ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali. Sedangkan golongan yang ekstrim berpendapat bahwa orang islam yang percaya pada Tuhan dan menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah mennjadi kafir, karena iman dan kafir tempatnya hanya dalam hati, bukan dalam bagian yang lain dari tubuh manusia.

3.    Jabariyah
Paham ini diajarkan dan dikembangkan oleh Jaham bin Safwan yang memperoleh banyak pengikut, sehingga ajaran ini juga dikenal dengan madzhab Jahamiyah. Golongan ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai ikhtiar atau pilihan dan kebebasan dalam menentukan nasib dan perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini. Segala sesuatu telah digariskan Allah atasnya sejak zaman azali.
Nama Jabariyah berasal dari kata jabara  yang mengadung arti memaksa. Dalam istilah inggris paham ini disebut fatalism atau predestination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh kada dan kadar Tuhan.
Adapun pendapat yang lain dari golongan ini antara lain :
a.    Pengggunaan takwil, artinya Allah tidak dapat disifati dengan sifat-sifat makhluk. Dan karena itu ia menakwilkan sifat-sifat Allah yang ada persamaannya dengan sifat manusia.
b.    Surga dan neraka tidak kekal, akan datang suatu masa yang padanya surga dan neraka akan fana dengan segala isinya dan yang tinggal kekal hanya Allah saja. Selain dari Allah, semuanya akan binasa.
c.    Iman, Iman itu adalah makrifah atau pengakuan hati saja akan wujud Allah dan kerasulan Muhammad SAW, Ucapan lisan dan perbuatan anggota badan yang lain tidak termasuk dalam iman.
d.    Makrifat iman itu wajib berdasarkan akal sebelum turunnya wahyu dan kedatangan rasul.

4.    Qadariyah
Pemuka mazhab ini adalah Ghailan al-Dimasqi, Golongan ini disebut Qadariyah adalah karena pendapatnya tentang kedudukan manusia diatas bumi. Golongan ini mengatakan bahwa manusia mempunyai iradah yang bebas dan kuasa  penuh dalam menentukan amal perbuatan yang dilakukan dan karenanya ia bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan. Jika amalnya baik, balasannya juga baik, dan jika buruk, maka balasannya juga buruk. Artinya nasib manusia ditentukan oleh manusia sendiri dan Tuhan tidak ada kuasa campur tangan dalam hal tersebut.
Selain hal tersebut diatas, golongan ini juga mengatakan hal-hal sebagai berikut :
a.    Menafikan sifat-sifat Allah, karena menurutnya sifat itu identik dengan dzat, bukan sesuatu yang berbeda dengan dzat.
b.    Menafikan bahwa al-Qur’an itu qadim
c.    Tentang politik, khalifah atau imam boleh dilantik dari selain kaum quraisy.

5.    Mu’tazilah
Penulis Islam klasik, seperti syarastani, al-baghdadi, ar-Razi, ibn Khilikan dan lain-lain menyatakan bahwa golongan mu’tazilah lahir dari majlis pengajian Hasan al-bashri di Bashrah. Beliau ini seorang pemuka tabiin yang terkenal dan merupakan seorang imam dan guru yang mengajar agama di Masjid Agung Bashrah pada waktu itu. Nama mu’tazilah diberikan pertama kali pada Washil bin ‘Ata pada saat terjadi dialog tentang nasib orang mukmin yang melakukan dosa besar, apakah masuk neraka atau tetap dalam surga.
Golongan ini mempunyai lima ajaran, yang terkenal dengan istilah lima prinsip (أصول الخمسة), yaitu :
a.    Tauhid (Keesaan Tuhan), yakni pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, seperti yang telah digariskan dalam kalimah tauhid.
b.    Al-‘Adlu (keadilan Tuhan), yakni Allah wajib membalas orang mukmin yang taqwa dengan memasukkan mereka ke dalam surga dan wajib memasukkan orang kafir ke dalam neraka.
c.    Al-Manzilah bain al-Manzilatain (suatu tempat antara dua tempat), yakni pelaku dosa besar bukan orang mukmin yang mutlak dan juga bukan orang kafir yang mutlak.
d.   Al-Wa’du wa al-wa’id (janji baik dan janji buruk), yakni Allah wajib memberikan pahala kepada orang mukmin yang taat dan memberikan balasan siksa kepada orang mukmin yang durhaka. Golongan mu’tazilah menolak adanya syafaat yang diberikan kepada orang mukmin yang durhaka.
e.    Amar makruf dan nahi munkar, yakni menyuruh yang makruf dan melarang yang mungkar.

6.    Ahli Sunnah Dan Jama’ah
Yang dimaksud dengan al-sunnah (السنة) ialah :
1.      Jalan. Artinya Ahlussunnah (أهل السنة ) adalah golongan yang mengikuti jalan para sahabat dan tabiin dalam masalah yang berkaitan dengan akidah, seperti bersikap “ menyerahkan makna atau maksud ayat-ayat mutasyabihat ( متشابهات ) kepada Allah tanpa menakwilkan kepada makna atau maksud lain dari pengertian lahirnya”.
2.      Hadis Nabi. Yakni golongan yang berpegang kepada hadis yang sahih.
Sedangkan yang dimaksud dengan jamaah (جماعة )yang dikaitkan dengan sunah adalah karena mereka dalam berdalil dan berhujah mempergunakan Kitab Allah, Sunah Rasul, ijma (إجماع) dan qias (قياس ). Mereka memandang empat landasan ini sebagai asas syariat Islam.

Sunnah dalam term ini berarti Hadis. Sebagai diterangkan Ahmad Amin, Ahli Sunnah dan Jama’ah, berlainan dengan kaum Mu’tazilah percaya pada dan menerima hadis-hadis sahih tanpa memilih dan tanpa interpretasi. Dan Jama’ah berarti mayoritas sesuai dengan tafsiran yang diberikan Sadr al-Syari’ah al-Mahbubi yaitu ‘ammah al- muslimin (umumnya umat Islam) dan al-jama’ah al kasir wa al sawad al-a’zam (jumlah besar dan khalayak ramai).
Mazhab Ahlussunnah wal Jamaah mendapat pengaruh besar dalam kalangan umat Islam setelah Abu Hasan al-Asy’ari bergabung dengannya.Sebelum itu beliau adalah penganut Mazhab Mu’tazilah dan murid Abu Ali al-Jabaiy, seorang pemuka Mu’tazilah yang terkenal pada waktu itu. Banyak riwayat yang menyebutkan sebab keluarnya dari paham Mu’tazilah dan yang paling masyhur adalah karena suatu diskusi yang terjadi dengan gurunya dan al-Asy’ari tidak merasa puas dengan jawaban gurunya. Sejak saat itu al-Asy’ari menyatakan keluar dari golongan Mu’tazilah dan mendirikan aliran baru yang identik dengan namanya yaitu al-Asy’ari yang sekarang kita kenal dengan aliran Ahlussunah wal Jamaah.
      Aliran Asy’ariyah cepat berkembang pada masa pemerintahan Nizhom al-Mulk, sedangkan aliran mu’tazilah mengalami kemunduran. Dengan demikian paham-paham Asy’ariyah mulai tersebar luas bukan di daerah kekuasaan saljuk saja, tetapi di dunia Islam lainnya.